SHOLAWAT DIBA’ DI DAERAH MALANG

Dikampung saya, membaca maulid diba’ dibuat simpel saja. Acara dimulai sesudah sholat maghrib dan berakhir sebelum sholat isya’.  Rupanya yang dibaca cuman maulid diba’ saja sedikit membaca rowi dan langsung ke bacaan Fahtazal. Oh iya. Orang tua bilang acara ini adalah : TIBA’AN. Beda dengan generasi sekarang yang mulai paham bacaan yang aslinya: DIBA’ atau DIBA’AN.

Kok simpel sih kang? Tanya seorang teman kepadsaya. Ya saya jawab: “Ya ditanyakan sama imam diba’nya saja. Saya sih ikut aja.”

Beberapa daerah memang membikin simpel bacaan biar ngirit waktu dan acara segera selesai. Terus dikasi makan oleh tuan rumah. He he he…

Orang –orang ASWAJA  ( ahlus sunnah wal jama’ah = sekelompok orang islam yang mengikuti ajaran nabi Muhammad, khalifah 4, para sahabat nabi, pengikut ajaran nabi, pengikut  para pengikut  seperti para kyai dan habaib dst  ) akrab denganTahlilan dan Diba’. Tahlil dan diba’ adalah bagian dari hidup mereka. Syukuran kelahiran anak pakai baca Diba’. Meng -Aqiqoh anak membaca Diba’. Nyunatkan anak  pakai baca diba’. Menikahkan anak baca Diba’. Pindah rumah nanggap baca Diba’ dan khotmil Qur’an.

Lho kok bukan Tahllilan? Ya. Tahlilan hanya dikhususkan untuk kirim pahala do’a khusus kepada saudaranya yang telah wafat seperti almarhum orang tua, mbah kung mbah uti, oma opa, buyut, canggah dan seterusnya. Orang ASWAJA berkeyakinan bahwa pahala bacaan alqur’an, tasbih, istighfar, dan bacaan sholawat itu bisa dihadiahkan kepada yang telah tiada. Ada banyak dalil perihal ini  walau ada sekelompok islam yang lain mengatakan hadiah pahala ini tidak sampai. Tapi ini tidak dibahas disini.  

Pada suatu acara pembacaan  Maulid Nabi, saya terheran dengan seorang tua di ujung terop. Dia berdiri mulai acara dimulai hingga acara berakhir.

BERDIRI TERUS-TERUSAN

Saya heran saja. Yang kutahu adalah para hadirin berdiri ketika dibacakan Mahallul Qiyaam ( yang membaca Yaa Nabi Salam ‘alaika Yaa Rosul Salaam ‘alaika, asyroqol badru ‘alaina dan seterusnya ) hingga selesai. Lha pak tua ini terusan berdiri sampai acara selesai. Mangkanya kenapa dia selalu ada diposisi dipojok terop, mungkin biar tidak menarik perhatian ya?

Sepertinya beliau ini sangat hafat bacaan Diba’ mulai awal sampai akhir. Dan yang terkadang saya heran adalah beliau orang tua itu kadang kala menangis sambil menengadahkan tangan keatas dan membaca dengan penuh emosi. Sama dengan saya. Kenapa sih orang itu?

Ketika acara bubar. Kami nyantai. Tidak lama sesudah pembacaan Do’a penutup Diba’ selesai, kami para hadirin diberi makan oleh sohibut bait ( tuan rumah ) sebut saja kang SUFI. Alhamdulillah diberi semur daging,yang oleh orang Semprulnesia diberi nama NOWAR. Orang Jawa di Endonesa mengatakan dengan RAWON. Kulihat pak tua itu sudah duduk dan menyantap semur daging nowar ini.

“Mas, pak tua itu siapa ya?”

“Oh..dia ( sebut saja ) pak MAD “

“Orang asli sini ya?”

“Aslinya orang Jawa Tengah. Terus menikah dapat orang sini dan menetap disini sejak dari pengantin baru sekitar 40 taun yang lalu. Ada apa ya mas?” tanya orang disebelahku.

“Oh nggak. Cuman heran saja. Di negeri saya kalau baca Diba’ itu berdirinya cuman pas baca Mahallul Qiyam saja” kata saya sambil tersenyum

“Iya mas. Sama dengan di daerah Malang sini. Berdirinya pas baca Mahallul Qiyam. Tapi pak MAD berdiri mulai awal sampai akhir bagi kami tidak masalah. Tidak mengganggu, kok. Lagian beliau dulu itu malah gak pernah ikutan tahlil dan Diba’ sama sekali lho. Alasannya sih gak ada waktu. Semenjak sembuh dari kelumpuhan sekitar 10 tahun lalu, beliau baru mau gabung dengan kita- kita. Ya disyukuri lah walau pakai style seperti itu. Tapi dia gak pernah menyuruh orang lain harus berdiri kayak dia kok mas” Jelas orang sebelahku.

Acara undangan selesai. Bubar. Saya kembali ke negeriku, Semprulnesia. BERSAMBUNG KE:

NEXT: KARENA SEBUAH KEAJAIBAN……..

Kiriman serupa

1 Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *