Oleh: Yohan I.

MULAI

Pada saat naik motor melewati pohon asem di daerah Gading,Bululawang, kulihat ada satu setan yang berujud manusia tapi tidak normal. Badannya besar, berbau singkong gosong, kulitnya hitam legam dan bermata merah seperti bara besi yang tengah di-las listrik. Karena kaget, motor kuhentikan dan aku menepi dari jalan menuju bawah pohon asam tadi.

KETEMU DENGAN SETAN

” Assalaamu alaikum” aku uluk salam. Si setan diam saja.


” Assalaamu alaikum yaa ‘abdillah” ku ulangi. si setan menjawab


” Wa alaikum”. Tapi ia tidak menoleh ke arahku.

“Wonten nopo mas kok ten ngriki ( ada apa bro kok disini)?” Lama aku menunggu jawaban dari si setan. Sekitar 1 menit.


“Saking pingin nge-thog wae ( cuma pingin penampakan saja)”


“Dos pundi romadlon kolo wingi? nopo luwih sae tinimbang romadhon taun rumiyin ? ( gimana bulan puasa kemarin? apa lebih baik dari bulan puasa taun lalu)?” aku bertanya. Nunggu lagi 1 menit.

SETAN: LEBIH PARAH


“Luwih parah”


“Nopo maksud ipun ( apa maksudmu)?”


“Saiki akeh bocah sehat tapi ora poso, akeh wong gerang isih nggawe anak awan awan poso, akeh kaji kyai lan petinggi podo ngelakoni maksiyat koyo dino-dino umume ( sekarang banyak anak / remaja sehat tapi tidak puasa, banyak orang dewasa tapi “bikin anak” pada siang hari puasa, banyak orang yang sudah haji, ulama, dan tokoh masyarakat masih melakukan tindakan terlarang/keji sama seperti hari hari biasanya)”

Aku hanya terdiam. Setan ini rupanya bangga betul dengan keadaan sekarang ini.


“Niki nopo termasuk ulah sampeyan lan gerombolane sampeyan?”


Setan itu menoleh ke arahku seperti tidak terima dengan omonganku tadi. Matanya yang merah membara menatapku dalam dalam. Aku hanya terdiam menatap matanya sambil membaca ta’awudz sebanyak banyaknya biar tidak kemasukan hawa negatip dari si setan.

JUSTRU BANGSAMU SENDIRI

“Koen kiro aku lan bongsoku sing nggarahi ngene iki? Ora! Justru bangsamu dewe sing ngelakoni ngene kuwi. Bongsomu kuwi atine cilik! mrephel! gampang kegudho dunyo! bangsamu kedunyan! bangsamu ora hurmat marang mbah e lan leluhur e! bangsamu gampang dipengaruhi barang anyar sing njanjeni! .”

(kau kira aku dan bangsaku yang menyebabkan semua ini? tidak! Justru bangsamu sendiri yang melakukan hal seperti itu. bangsamu itu nyalinya kecil! rapuh! mudah tergoda dunia! bangsamu materialis! bangsamu tidak menghargai kepada kakeknya dan leluhurnya! bangsamu mudah dipengaruhi hal baru yang menjanjikan!)

Si setan terus marah marah kepadaku hingga kupingku terasa panas dan ingin menyentak si setan tadi . Belum selesai komat kamitku ingin menyentak si setan, ia telah hilang! Tidak terasa keringat di kening terasa dingin. Jantungku berdebar debar. Tiba tiba seorang pengendara menghentikan motornya dan menghampiri diriku.

“Wonten nopo mas?” si pengendara bertanya


“Ah. Nggak apa apa mas”


” Saya lihat dari kejauhan kok sampeyan saya lihat berdiri sambil terhuyung huyung kayak orang mau pingsan”. Aku terdiam.


“Ya sudahlah, saya lanjut jalan ya?” si pengendara pamit.

POHON ITU SUDAH DITEBANG

Sejak kejadian itu setiap aku lewat pohon asem di gading, aku selalu mengucap salam kepada mas setan dan tersenyum teringat kejadian tersebut.

O ya pohon rindang ini telah ditebang karena dianggap berbahaya bagi pemakai jalan maupun warga hunian disekitar pohon tersebut.

Wallahu a’lam.

<BACA LAGI>

Kiriman serupa

1 Komentar

  1. Excellent post. I definitely love this website. Keep writing!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *