Pulau Jawa Sejak 1500 mulai banyak catatan sejarah. Mulai berdirinya Kesultanan Demak, berdirinya Kesultanan Giri Kedaton dan berdirinya Kesultanan Pajang.
Dekade 1500
1500
- Sabrang Lor dinikahkan dengan putri dari Raden Patah dan diangkat menjadi adipati Jepara.
1506
- Sunan Giri alias Syeikh Maulana Ainul YAqin, wafat. Kepemimpinan dilanjutkan oleh Sunan Dalem alias Syeikh Maulana Zainal Abidin.
Dekade 1510
1511
- Sabrang Lor ( Yunus abdul kadir ) menikah dengan Ratu Ayu ( Putri Sunan Gunung JAti ).
- Malaka jatuh ke tangan orang Portugis. Sebelumnya Portugis menguasai Goa, India sebagai pangkalan militer dan pangkalan perdagangan .
1512
- Persekutuan kesultanan Cirebon dan kesultanan Demak ini sangat mencemaskan Jaya dewata (Siliwangi) di Pakuan. Tahun 1512, ia mengutus putra mahkota Surawisesa menghubungi Panglima Portugis Afonso de Albuquerque di Malaka yang ketika itu baru saja gagal merebut Pelabuhan Pasai milik Kesultanan Samudera Pasai.[12]
1513
- Demak mengirim 100 kapal dan 5000 pasukan dan membentuk koalisi bersama Jepara, Palembang untuk menyerang Malaka. Dari total armada ini diceritakan bahwa 30 kapal adalah kapal besar jenis “jung ala jawa” dengan bobot 350 – 600 ton. Kapten perang portugis melaporkan kepada Gubernur Alfonso de Albuquerque bahwa kapal milik Pati Unus sangat besar dan sulit untuk di tembus meriam. Diperkirakan perlu waktu 3 tahun untuk merakit kapal tersebut hingga menjadi kapal yang canggih dijamannya. Dikatakan bahwa kapal pati unus sangat mengerikan.
- Sunan kalijjogo wafat.
- Tome Pires, pelaut Portugis sekaligus pengarang buku Suma Oriental datang ke Nusantara. sampai 1515. menyatakan dalam catatannya bahwa sudah banyak dijumpai orang Islam di pelabuhan Banten. Pengelana Portugis Tomé Pires berkunjung ke Jawa antara tahun 1512–1515 menyebutkan dalam catatannya Suma Oriental bahwa Pate Udra (atau Pate Andura) memiliki kekuasaan yang cukup besar. Meskipun hanya sebagai patih (viso rey) dan panglima perang (capitam moor), ia sangat disegani sehingga dianggap hampir seperti raja.[4] .Menurut Suma Oriental tulisan Tome Pires, pada tahun 1513 ada seorang raja bernama Batara Vigiaya yang bertakhta di Dayo, tetapi pemerintahannya dikendalikan oleh Pate Andura( Patih Udara). Batara Vigiaya merupakan ejaan Portugis untuk Bhatara Wijaya, sedangkan Dayo bermakna Daha. Dari prasasti Jiyu diketahui bahwa Daha diperintah oleh Dyah Ranawijaya pada tahun 1486. Dengan kata lain, Brawijaya alias Bhatara Wijaya adalah nama lain dari Dyah Ranawijaya. Identifikasi Brawijaya raja terakhir Majapahit dengan Ranawijaya cukup masuk akal, karena Ranawijaya juga diduga sebagai raja Majapahit. Kerajaan Dayo adalah ejaan Portugis untuk Daha, yang saat itu menjadi ibu kota Majapahit.
- Patih Udara merupakan anak dari Patih Wahan, dan semula menjabat sebagai seorang adipati di Kediri.[1] Mpu Wahan adalah patih yang mendampingi raja Majapahit Dyah Ranawijaya di awal masa pemerintahannya,[3] Udara kemudian juga mendampingi Ranawijaya sebagai patih pada masa akhir pemerintahannya.
1517
- Dikisahkan, pada tahun 1517 Pa-bu-ta-la bekerja sama dengan bangsa asing di Moa-lok-sa sehingga mengundang kemarahan Jin Bun. Yang dimaksud dengan bangsa asing ini adalah orang-orang Portugis di Malaka. Jin Bun pun menyerang Majapahit. Pa-bu-ta-la kalah namun tetap diampuni mengingat istrinya adalah adik Jin Bun.
1518
- Sepeninggal Raden Patah alias Jin Bun tahun 1518, Demak dipimpin putranya yang bernama Pangeran Sabrang Lor sampai tahun 1521. Selanjutnya yang naik takhta adalah Sultan Trenggana adik Pangeran Sabrang Lor.
Dekade 1520
1520
- Sunan Ngudung diangkat sebagai imam Masjid Demak menggantikan Sunan Bonang sekitar tahun 1520. Selain itu ia juga tergabung dalam anggota dewan Walisanga, yaitu suatu majelis dakwah agama Islam di Pulau Jawa. Sunan Ngudung adalah Raden Usman Haji, putra Sunan Gresik kakak Sunan Ampel. Atau dengan kata lain, ia masih sepupu Sunan Bonang. Sunan Ngudung menikah dengan Nyi Ageng Maloka putri Sunan Ampel. Dari perkawinan tersebut lahir Raden Amir Haji, yang juga bernama Jakfar Shadiq alias Sunan Kudus.
- Sunan Drajad diangkat sebagai Sunan Mayang Madu oleh Sultan Demak atas jasanya mengentas kemiskinan di wilayah Paciran, Lamongan.
1521
- Pada tahun 1521, Jaya dewata (prabu Siliwangi) mulai membatasi pedagang muslim yang akan singah di pelabuhan-pelabuhan kerajaan Sunda hal ini bertujuan untuk mengurangi pengaruh Islam yang akan diterima oleh para pedagang pribumi ketika melakukan kontak perdagangan dengan para pedagang muslim, namun upaya tersebut kurang mendatangkan hasil yang memuaskan karena pada kenyataannya pengaruh Islam jauh lebih kuat dibandingkan upaya pembatasan yang dilakukan tersebut, bahkan pengaruh Islam mulai memasuki daerah pedalaman kerajaan Sunda. Pada tahun itu juga kerajaan Sunda berusaha mencari mitra koalisi dengan negara yang dipandang memiliki kepentingan yang sama dengan kerajaan Sunda, Jaya dewata (Siliwangi) memutuskan untuk menjalin persahabatan dengan Portugis dengan tujuan dapat mengimbangi kekuatan pasukan kesultanan Demak dan kesultanan Cirebon.
- Pada tahun 1521 untuk merealisasikan persahabatan tersebut Jaya dewata (Siliwangi) mengirim beberapa utusan ke Malaka di bawah pimpinan Ratu Samiam (Surawisesa), mereka berusaha meyakinkan bangsa Portugis bagi suatu persahabatan yang saling menguntungkan antara kerajaan Sunda dan Portugis. Surawisesa memberikan penawaran kepada Portugis untuk melakukan perdagangan secara bebas terutama lada di pelabuhan-pelabuhan milik kerajaan Sunda sebagai imbalannya, Surawisesa mengharapkan bantuan militer dari Portugis apabila kerajaan Sunda diserang oleh kesultanan Demak dan kesultanan Cirebon dengan memberi hak kepada Portugis untuk membangun benteng.[12]
- EXPEDISI JIHAD II. Serangan ke Malaka. Portugis telah berbenah dalam alutsista nya. Mereka membuat meriam moncong panjang untuk menjawab kecanggihan kapal Jawa. Tahun ini Kesultanan Demak telah menyelesaikan 375 kapal perang. Kali ini Pati Unus ikut berperang bersama puteranya menyerang Portugis di Malaka.
- Yang selamat adalah Raden Abdullah “Malaka” bin Pati Unus. Akan tetapi Raden Abdullah alias Pangeran Yunus ini ikut pasukan Banten bersama kapten perang armada gabungan yang bernama sayyid Fadhlulah Khan alias Tubagus Pasai alias Faletehan alias Fatahillah.
- Pangeran Sabrang Lor alias Adipati Unus alias Yat Sun: wafat dalam peperangan ini . Digantikan oleh Sultan Trenggono, adik Pati Unus.
- Isteri dari Sabang Lor yang puteri dari Gunung Jati (Ratu Ayu Pembayun) yang menjadi janda, selanjutnya dinikahi oleh Faletehan.
- Isteri dari Sabrang Lor yang puteri dari Raden Patah (Ratu Mas Nyawa ) yang menjadi janda, selanjutnya dinikahi oleh Faletehan.
1522
- Pada tahun 1522 Gubernur Alfonso d’Albuquerque yang berkedudukan di Malaka mengutus Henrique Leme untuk menghadiri undangan raja Sunda Surawisesa (dalam naskah Portugis disebut sebagai Raja Samiam)[17] untuk membangun benteng keamanan di Sunda Kalapa guna melawan orang-orang Cirebon yang menurutnya bersifat ekspansif.
- Pada tanggal 21 Agustus 1522 dibuatlah suatu perjanjian yang menyebutkan bahwa orang Portugis akan membuat loji (perkantoran dan perumahan yang dilengkapi benteng) di Sunda Kelapa[18] dan Banten, sedangkan Sunda Kelapa akan menerima barang-barang yang diperlukan. Raja Sunda Surawisesa akan memberikan kepada orang-orang Portugis 1.000 keranjang lada sebagai tanda persahabatan, sebuah batu peringatan atau padraõ (dibaca: Padraun) dibuat untuk memperingati peristiwa itu. Padrão dimaksud disebut dalam cerita masyarakat Sunda sebagai Layang Salaka Domas dalam cerita rakyat Mundinglaya Dikusumah, dari pihak kerajaan Sunda perjanjian ditandatangani oleh Padam Tumungo (yang terhormat Tumenggung), Samgydepaty (Sang Depati), e outre Benegar (dan bendahara) e easy o xabandar (dan Syahbandar) [19] Syahbandar Sunda Kelapa yang menandatangani bernama Wak Item dari kalangan muslim Betawi, dia menandatangani dengan membubuhkan huruf Wau dengan Khot.[20]
- Maulana Hasanuddin membangun kompleks istana yang diberi nama keraton Surosowan, pada masa tersebut dia juga membangun alun-alun, pasar, masjid agung serta masjid di kawasan Pacitan.[22] Sementara yang menjadi pucuk umum (penguasa) di Wahanten Pasisir adalah Arya Surajaya (putra dari Sang Surosowan dan paman dari Maulana Hasanuddin) setelah meninggalnya Sang Surosowan pada 1519 M. Arya Surajaya diperkirakan masih memegang pemerintahan Wahanten Pasisir hingga tahun 1526 M.[23]
- Sunan Drajad wafat.
1524
- Sunan Gunung Jati bersama pasukan gabungan dari kesultanan Cirebon dan kesultanan Demak mendarat di pelabuhan Banten[24] Pada masa ini tidak ada pernyataan yang menyatakan bahwa Wahanten Pasisir menghalangi kedatangan pasukan gabungan Sunan Gunung Jati sehingga pasukan difokuskan untuk merebut Wahanten Girang
- Dalam Carita Sajarah Banten dikatakan ketika pasukan gabungan kesultanan Cirebon dan kesultanan Demak mencapai Wahanten Girang, Ki Jongjo (seorang kepala prajurit penting) dengan sukarela memihak kepada Maulana Hasanuddin.[25]
- Seorang pemuda dari Pasai bernama Fatahillah. Trenggana menyukainya dan menjadikan nya adik ipar dengan menikahkannya dengan Ratu Pembayun ( janda Pangeran Jayakelana bin sunan Gunung Jati ). Sekaligus diangkat sebagai Panglima Kerajaan Demak. Sebaliknya, Fatahillah juga memperkenalkan pemakaian gelar bernuansa Arab sebagaimana yang lazim dipakai oleh raja-raja Islam di Sumatra. Maka, Trenggana kemudian juga bergelar Sultan Ahmad Abdullah Arifin.
- Perang antara Majapahit dan Demak pun meletus kembali. Perang terjadi tahun 1524. Pasukan Demak dipimpin oleh Sunan Ngudung, anggota Wali Sanga yang juga menjadi imam Masjid Demak. Dalam pertempuran ini Sunan Ngudung tewas di tangan Raden Kusen ( Pate Vira menurut catatan Portugis ), adik tiri Raden Patah yang memihak Majapahit.
1525
- Sunan Bonang Wafat.
1526
- Atas petunjuk ayahnya yaitu Sunan Gunung Jati, Maulana Hasanuddin kemudian memindahkan pusat pemerintahan Wahanten Girang ke pesisir di kompleks Surosowan sekaligus membangun kota pesisir.[28] Kompleks istana Surosowan tersebut akhirnya selesai pada tahun 1526.
1527
- Menurut kronik Tiongkok, dalam perang tahun 1527 tersebut yang menjadi pemimpin pasukan Demak adalah putra Tung-ka-lo (ejaan Tionghoa untuk Sultan Trenggana), yang bernama Toh A Bo.
- Perang terakhir terjadi tahun 1527. Pasukan Demak dipimpin Sunan Kudus putra Sunan Ngudung, yang juga menggantikan kedudukan ayahnya dalam dewan Wali Sanga dan sebagai imam Masjid Demak. Dalam perang ini Majapahit mengalami kekalahan. Raden Kusen adipati Terung ditawan secara terhormat, mengingat ia juga mertua Sunan Kudus.
- Tokoh Fatahillah inilah yang pada tahun 1527 dikirim menyerang Portugis bersama pasukan Cirebon menghadapi Portugis. Ia berhasil membebaskan wilayah Sunda Kelapa dan mengganti namanya menjadi Jayakarta atau Jakarta.
- Sultan Hadirin menikah dengan sayyidah Retno Kencono Wungu bin sultan Trenggono.
1528
- Trenggana menaklukkan Wirasari ( Grobogan)
- Pangeran Pasarean menjadi Adipari Cirebon.
- Ki Gedeng Suro Tuo memimpin Palembang . Hingga 1545.
1529
- Trenggana menaklukkan Gagelang atau Gelanggelang (nama sekarang: Madiun)
Dekade 1530
1530
- Medangkungan / Medang Kamulan (Blora) tahun ditaklukkan. Panembahan Senopati lahir.
- Pangeran Santri alias ki Gedeng Sumedang alias Maulana Solih , raja Sumedang Larang Islam, wafat.
1531
- Trenggono menaklukkan Surabaya
1535
- Trenggono menaklukkan Pasuruan
- Kerajaan Sengguruh menyerang Giri Kedaton.
Dekade 1540
1540
- Raden Abdullah Malaka alias Pangeran Arya Jepara menikah dengan Ratu Fatimah binti Sultan Maulana Hasanudin ( Sultan Banten )
1541 – 1542
- Demak menaklukkan Lamongan, blitar, Wirasaba(Mojoagung, jombang)
1543
- Gunung Penanggungan ditaklukkan Demak.
- Sultan Trenggono mengundang Sunan Kalijogo yang saat itu berdakwah di daerah Cirebon membantu Sunan Gunung Jati. Mulai ada perselisihan bab khilafiyah dan furu’iyah. Gara gara perselisihan soal penentuan 1 Romadlon antara Sunan Kalijogo dan Sunan Kudus, maka Sunan Kudus memilih mundur menjadi Imam Masjid Demak. Posisi Imam Masjid Demak digantikan oleh Sunan Kalijogo. Sunan Kalijogo memperoleh tanah perdikan di daerah Kadilangu.
1545
- Kerajaan Sengguruh (Malang) dikalahkan Demak.
- Sunan Dalem Sultan Giri Kedaton wafat. Dilanjutkan oleh Pangeran Wirokesumo (Sunan Sedomargi).
1546
- Sultan Trenggana wafat pada saat penaklukan Panarukan, Situbondo. Saat itu Situbondo dikuasai Blambangan. Sunan Gunung Jati mengirim bantuan pasukan gabungan dari Cirebon, Banten dan Jayakarta dengan total 7000 orang dipimpin Fatahillah.
- Raden mukmin menggantikan pimpinan Demak dengan bergelar Sunan Prawoto. Tahun ini krisis politik terjadi.
- Ibukota dipindah ke daerah Prawoto ( sekarang menjadi desa Prawoto, Sukolilo, Pati, Jateng ). Karenanya Raden Mukmin diberi julukan Sunan Prawoto.
- Ki Gedeng Suro Mudo, keponakan ki Gedeng Suro Tuo, menggantikan posisi sang Adipati Palembang. Hingga 1575.
1548
- Manuel Pinto singgah ke Jawa sepulang mengantar surat untuk uskup agung Pastor Vicente Viegas di Makassar. Ia sempat bertemu Sunan Prawoto dan mendengar rencananya untuk mengislamkan seluruh Jawa, serta ingin berkuasa seperti sultan Turki. Sunan Prawoto juga berniat menutup jalur beras ke Malaka dan menaklukkan Makassar. Akan tetapi, rencana itu berhasil dibatalkan oleh bujukan Manuel Pinto.
- Sunan Prapen menjabat sebagai Sultan Giri Kedaton.
1549
- Sunan Prawoto wafat dibunuh Arya Penangsang bupati Jipang.Sepupu sultan.[1]
- Sultan Hadiwijaya naik tahta mendirikan kerajaan Pajang. Demak menjadi kadipaten dan anak sunan Prawoto sebagai adipatinya.
- Arya Penangsang, murid Sunan Kudus, membalas kematian Raden Kikin. Rombongan Pangeran Hadlirin suami Ratu Kalinyamat ( adipati jepara ) tewas dibunuh pasukan Arya Penangsang sepulang dari Kudus.[2]
- Arya Penangsang kemudian mengirim empat orang utusan untuk membunuh Hadiwijaya , menantu Raden Trenggana yang menjadi Adipati Pajang, namun ke empat utusan itu dapat dikalahkan Hadiwijaya dan dipulangkan secara hormat bahkan di beri hadiah pakaian Prajurit oleh Hadiwijaya.
- Kemudian Hadiwijaya]] ganti mendatangi Arya Penangsang untuk mengembalikan keris Kyai Setan Kober. Keduanya lalu terlibat pertengkaran dan didamaikan Sunan Kudus. pada kesempatan itu sunan kudus memberikan tuah rajah yang sedianya disiapkan untuk tempat duduk Hadiwijaya, akan tetapi atas nasihat dari salah satu punggawanya adipati Pajang Hadiwijaya tidak menempati nya yang lalu diduduki oleh Arya Penangsang, padahal sebelumnya telah di wanti-wanti oleh sunan kudus agar tidak menempati tempat yang telah di beri Tuah rajah Kalacakra itu.
- Setelah Hadiwijaya pulang Sunan Kudus menyuruh Arya Penangsang melakukan puasa 40 hari untuk menghilangkan Tuah Rajah Kalacakra.
1550
- 5 mei Sunan Kudus wafat
Sumber: id.wikipedia.org